Jumat, 13 Januari 2012

membangun budaya birokrasi

Membangun Budaya Birokrasi
Pada tahun 2004 Asian Development Bank dan Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan di Indonesia menerbitkan laporan Tata Pemerintahan Negara Indonesia menyebutkan bahwa tiga tujuan reformasi tata pemerintahan yang ditempuh oeleh pemerintah Indonesia adalah penataan struktur pemerintahan Negara , desentralisasi pemerintahan dan reformasi keuangan Negara , telah berjalan cukup lancer namun dinilai belum berhasil seperti yang diharapkan karena skala ferormasi yang dijalankan pemerintah dinilai sangat luas jangkauannya , terlalu cepat dibandingkan dengan Negara-negara di dunia. Indonesia dipandang telah melakukan perubahan radikal dalam tata hubungan antara pusat dan daerah melalui program desentralisasi pemerintahan. Ada beberapa factor penyebab mengapa Indonesia belum mencapai good governance yaitu pelaksanaan birokrasi oleh pemerintah yang hanya setengah ati. Reforrmasi gaji , misalnya hanya naik 5-10 % dari gaji pokok tanpa kerangka konseptual yang solit dengan mengaiktkan gaji dengan kinerja serta dengan memperbandingkan dengan skala sector swasta.
Antara Birokrasi Publik dan Bisnis
Dalam birokrasi public atau bisnis, sering menemukan perbedaan perilaku yang disebabkan kondisi , lingkungan termasuk budaya organisasi yang berbeda. Birokrasi bisnis rata-rata memiliki kinerja yang baik,produktivitas dan efisiensinya tinggi,memiliki kemampuan adaptasi dan fleksibilitas yang tinggi. Biriokrasi public sering diasosiasikan dengan kinerja yang kurang baik,kurang mampu beradaptasi dengan perubahan yang cepat yang terjadi di lingkungannya yang mesti dilayani atau fleksibilitas birokrasi public untuk mnyesuaikan dirinya dengan perubahan yang ingin diciptakannya lebih rendah dibandingkan organisasi swasta.
Menurut penganut teori mikro , konerja birokrasi bisnis lebih tinggi karena sistem penggajiannya lebih baik , budaya organisasinya lebih berorientasi produktivitas , kondisi kerjanya lebih menyenangkan dan dalam managemennya diadakan endelegasian kewenangan yang cukup agresif oelh karena itu birokrasi bisnis dapat memacu organisasi mereka lebih tinggi dari birokrasi public. Orientasi produktivitas dan pelayanan dilakukan dengan cara konsekuan dengan motto pembeli adalah raja, ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen mereka terhadap pelayanan. Pada birokrasi public sistem penggajian yang digunakan adalah PGPS (Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil ) yang skala gajinya jauh dibawah gaji organisasi birokrasi swasta. Dengan sistem ini, susah mengharapakan produktivitas pegawai negeri akan terpacu mencapai produktivitas perusahaan swasta besar.
Para penganut aliaran makro organisasi mencoba menjelaskan perbedaan kinerja tersebut melalui kaitannya dengan factor-faktor makro social , ekonomi politik yang berbeda pada kedua birokrasi tadi. Birokrasi bisnis terpaksa harus bekerja produktif dan memiliki fleksibiltas yang tinggi karena ada mekanisme control yang amat efektif  yakni pasar. Bila suatu perusahaan tidak mampu mengantisipasi keperluan pasar, tidak mampu memuaskan para pembeli dan tidak jeli melihat perubahan di pasar maka perusahaan akan bangkrut. Sebaliknya birokrasi public tidak mengenal adanya mekanisme control yang seefektif pasar, belum mampu menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik selam lembaga tersebut belum bebas dari keterkaitannya dengan birokrasi.
Pakar ilmu politik Universitas Gadjah Mada , Dr. Afan Gaffar, menganggap yang melemahkan kemampuan lembaga legislative di Indonesia adalah adalah sistem politik hegemonistik yang disebabkan oleh dominasi birokrasi dalam kekuatan politik .ketika zaman orde baru hasil pemilu di dominasi oleh Golkar , kekuatan politik Golkar didominasi birokrasi public. Karenanya garis pemisah antara birokrasi public yang perlu diawasi dan lembaga legislative yang akan mengawasi amat tipis dan tidak jelas , baik dalam aspirasi poltik maupun persepsi tentang fungsi dewan perwakilan. akibatnya , fungsi pengawasan oleh lembag tersebut tidak berjalan dengan mulus. Padahal tanpa pengawasn yang ketat dan fungsioanl itu, tidak  ada yang “mencambuki” birokrasi agar bekerja lebih keras dan lebih efisien, smentar itu control lin seperti PTUN maupun pengawaan social oleh media massa belum berjalan mulus dan masih sering tersandung-sandung menghadapi para penguasa yang mewakili “the mighty” birokrasi public.
Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah semua ciri yang menunjukkan kepribadian suatu organisasi : keyakinan bersama,nilai-nilai dan perilaku yang dianut oleh semua anggota organisasi. Nilai dan perilaku yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan amanah antara lain adalah : demokratis , adil ,transparan dan akuntabel. Budaya organisasi amat besar pengaruhnya pada keberhasilan dan hidu matinya sebuah organisasi karena itulah perusahaan mengeluarkan dana yang amat besaruntuk mengubah budaya perusahaan agar selalu sesuai dengan lingkungannya yang selalu berubah dengan cepat. Birokrasi pemerintahan kurang mempunyai perhatian terhadap perubahan lingkungan karena dua alas an. Pertama menurut Max Weber , organisasi birikrasi diasumsikan sebagai bentuk organisasi yang cocok untuk lingkungan yang stabil dan untuk menjalankan tugas-tugas yang bersifat massif tetapi redundant.dengan demikian bentuk dan budaya organisasi harus berubah bila tugas organisasi dan lingkungannya berubah.
Bagaimana Mengubah Budaya Organisasi
Untuk melakukan perubahan budaya organisasi , ada lima factor yang penting mesti diperhatikan , yaitu :
1.    Nilai-nilai yang mendukung pencapaian visi yang telah ditetapkan
2.    Motivasi yang mampu memobilisasi dukungan untuk perubahan
3.    Ide dan strategi yang tepat untuk menciptakan ;ingkungan yang mampu menyuburkan kebersamaan dalam perumusan ide dan strategi untuk mendorong perubahan
4.    Tujuan yang jelas serta selalu dikomunasikan kepada para anggota organisasi
5.    Etika kerja yang ditumbuhkan dengan sistem remunerisasi dan penghargaan yang tepat
Menuju Budaya Orientasi Pemerintah yang Amanah
Perubahan budaya organisasi seprti perjalanan panjang yang melelahkan dan merupakan upaya yang bersifat incremental , tidak dapat dicapai melalui gerakan revolusioner. Budaya organisasi pe=aternalistik dan sentralistik , misalnya tidak serta merta berhasil berubah dengan mengjungkirbalikkan pemerintah yang berkuasa. Organisasi yang ingin mengubah budayanya harus berani menempuh jalan yang tidak selalu lurus , dari kondisi stabil , melalui turbulence atau bahkan chaos, untuk mencapai penyesuain dengan nilai-nilai , norma-norma dan perilaku. Organisasi harus disiapkan untuk selalu adaptif terhadap perubahan , harus berani bereksperimen , harus berani gagal dan harus dapat menyesuaikan diri dengan unsur budaya baru, yang digalakkan oleh pimpinan organisasi. Perubahan budaya organisasi adalah proses panjang dan mahal yang tidak ada jaminan akan sukses minimal diperlukan waktu 5 sampai 10 tahun. Karena itu strategi yang dianjurkan oleh para ahli adalah perubahan secara bertahap dan gradual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar