TUGAS TEORI-TEORI PEMBANGUNAN
ARTI PEMBANGUNAN DALAM BEBERAPA PERSPEKTIF NILAI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber¬kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen-dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan¬jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me¬menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehi-dupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren¬canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba¬ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran ter¬sebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese¬luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian dan makna pembangunan dalam beberapa persektif nilai. Makalah ini juga menjelaskan tentang makna pembangunan .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah :
1. Apakah arti pengertian pembangunan ?
2. Bagaimanakah makna pembangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian pembangunan dari Beberapa Pendekatan
a. Pendekatan Nilai Ekonomi Klasik
Pendekatan nilai ini mengartikan pembangunan identic dengan pertumbuhan. Untuk melihat pembangunan apakah mengalami peningkatan dapat dilihat dari pertumbuhan GNP (Gross National Product) dari suatu Negara. Untuk memperoleh suatu GNP yang baik maka perlu dilakukan industrialisasi. Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang merubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri[1]Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Industrialisasi di Indonesia semakin menurun semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk asing.
b. Pendekatan Nilai Indikator Sosial
Dalam nilai indicator social , pembangunan adalah pemenuhan setiap kebutuhan dasar manusia. Setiap kebijakan, program dan rencana pemerintah harus ditunjukan pada kepada masyarkat atau dapat dikatakan masyarakat adalah objek dari program dan kebjakan yang dibuat oleh pemerintah. Zaman sekarang biasanya kebutuhan digunakan untuk menyejahterakan kaum tertentu,contohnya saja adanya impor beras,hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi para petani tetapi menyenangkan bagi pihak-pihak tertentu karena harga beras impor lebih murah daripada beras dari petani local. Dalam indicator ini, masyarakat juga harus dilibatkan sejak dini karena tujuan utama dari pembangunan ini adalah untuk kebutuhan dasar masyarakat itu sendiri.
c. Pendekatan Nilai Neo Ekonomi.
Pembangunan bukan semata-mata pertumbuhan akan tetapi pembangunan juga harus mampu menjawab pertanyaan ,apakah pembangunan itu juga harus mampu menurunkan kemiskinan dan pengangguran . salah satu cara agar menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran adalah dengan membuka lapangan kerja baru dan memberikan pelatihan kepada pengangguran agar mereka dapat bersaing pada dunia kerja . pembangunan berdasarkan nilai ini berbeda dengan nilai ekonomi klasik,nilai ekonomi menekankan pada pendapatan per kapita untuk menilai apakah seseorang dikatakan miskin atau tidak,bukan pada pendapatan nasional.
d. Pendekatan Nilai Ekonomi Politik
Perkembangan lain dalam pemikiran ekonomi muncul ketika ekonomi poltik menjadi pengaruh pada tahun 1970an. Masalah pembangunan tidak bias dilihat semata-mata dipahami aspek ekonomi akan tetapi pembangunan dapat dipahami secara utuh dalam konteks realita politik. Ahli ekonomi politik berangkat dari anggapan bahwa masalah politik pemilikan sumber daya,kekuasaan dan distribusi, berpengaruh besar terhadap proses pembangunan, dan akhirnya mereka sampai pada dua kesimpulan utama . pertama ,pertumbuhan dan pembangunan saling berkaitan tetapi memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan sama dengan peningkatan produksi dan keluaran actual, sedangkan pembangunan dapat diartikan sebagai kapasitas berproduksi. Makna penting pembedaan ini adalah bahwa kapasitas bergantung pada struktur yang ada dalam suatu masyarakat ; untuk meningkatkan kapasitas, striuktur itu harus diubah terlebih dahulu. Kedua , bahwa produksi dan distribusi berhubungan erat . sebelumnya para ahli memustkan perhatian pada produktivitas dan membiarkan masalah distribusi menjad soal bagi para ilmuwan politik . jika diamati lebih seksama tampak jelas bahwa jenis produksi apa yang akan dipilih akan mempengaruhi siapa yang mengambil manfaat dari produksi yang akan dipilih tersebut. Mungkin maksudnya adalah produksi dipilih untuk pihak tertentu berdasarkan kepentingan politik mereka.
e. Pendekatan Nilai Humanis
Dilihat dari perspektif ini ,pembangunan diartikan sebagai pembebasan dari kemlaratan dan dari pandangan kerdil yang mengenal diri sendiri. Pembangunan berarti memupuk harga diri dan rasa penuh penuh dayaguna atau kemampuan untuk membuat pilihan mengenai masa depan. Kaum humanis juga menandaskan bahwa pertanyaan yang tepat ialah , pembanguna untuk apa?. Semata-mata meningkatkan konsumsi atau mengembangkan manfaat materiil tidaklah cukup dan pada akhirnya membuahkan dehumanisasi atau memperlakukan manusia seperti mesin.
Menurut Michael Todaro meneruskan analisis ini dan menulis bahwa pembangunan mengandung nilai utama ,yaitu:
1. Menunjang kelangsungan hidup, yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yaitu meliputi sandang , pangan , papan, kesehatan dan rasa aman.
2. Harga diri, kemampuan untuk menjadi seorang manusia ,tidak menjadi alat orang lain demi tujuan orang lain tersebut
3. Kemerdekaan dari penjajahan dan perbudakan, adalah kebebasan disini hendaknya tidak dipahami dalam makna politik atau ideology melainkan dalam pn=engertian yang lebih mendasar mengenai kebebasan atau emansipasi dari perampasan kondisi materiil kehidupan ,dari penjajahan social atas manusia oleh alam,kebodohan dan sebagainya.
2. Makna Pembangunan
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan ¬Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004).
Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004).
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Pertanyaan beranjak dari benarkah semua indikator ekonomi memberikan gambaran kemakmuran. Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan para ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma pembangunan menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Kuncoro, ¬2003). Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):
1. Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2. Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3. Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Selanjutnya, dari evolusi makna pembangunan tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran makna pembangunan. Menurut Kuncoro (2004), pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak negara berkembang mulai menyadari bahwa “pertumbuhan ekonomi” (economic growth) tidak identik dengan “pembangunan ekonomi” (economic development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir, 1986). Ini pula agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara, 1986, Meier, 1989 dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan. Myrdal (1968 dalam Kuncoro, 2004), misalnya mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan pentingnya pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan nilai-nilai dan kelembagaan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangun¬an, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan.
Dalam praktik pembangunan di banyak negara, setidaknya pada tahap awal pembangunan umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai “instrumen” atau salah satu “faktor produksi” saja. Manusia ditempatkan sebagai posisi instrumen dan bukan merupakan subyek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi keuntungan.
Konsekuensinya, peningkatan kualitas SDM diarahkan dalam rangka peningkatan produksi. Inilah yang disebut sebagai pengembangan SDM dalam kerangka production centered development ¬(Tjokrowinoto, 1996). Bisa dipahami apabila topik pembicaraan dalam perspektif paradigma pembangunan yang semacam itu terbatas pada masalah pendidikan, peningkatan ketrampilan, kesehatan, link and match, dan sebagainya. Kualitas manusia yang meningkat merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial. Alternatif lain dalam strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau panting people first (Korten, 1981 dalam Kuncoro, 2004). Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pem¬bangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumber daya yang paling penting Dimensi pembangunan yang semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai ¬subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian ¬terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan ¬menurut etnis (ethnodevelomment) (Kuncoro, 2003). paradigma ini secara ringkas dapat ¬dirangkum sebagai berikut:
1. Para proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi”, atau “redistribusi dari per-tumbuhan”, pada hakekatnya menganjurkan agar tidak hanya memusatkan perhatian ¬pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar “kue” pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi “kue” pembangunan tersebut. lni bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah.
2. Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian telah mencoba memasukkan semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapat manfaat dari setiap program pembangunan.
3. Pembangunan “mandiri” telah muncul sebagai kunsep strategis dalam forum internasional sebelum kunsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran kerja sama yang menarik dibanding menarik diri dari percaturan global.
4. Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.
5. Sejauh ini baru Malaysia yang secara terbuka memasukkan konsep ecodevelopment dalam formulasi Kebijaksanaan Ekonomi Baru-nya (NEP). NEP dirancang dan digunakan untuk menjamin agar buah pembangunan dapat dirasakan kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari komunitas Cina, India, dan masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, Parkinson, & Saniman, 1990 dalam Kuncoro, 2004).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam suatu pembangunan sudah pasti diharapkan pertumbuhan. Tujuan pembangunan adalah untuk menyerasikan pertumbuhan dan mengurangi kesenjangan. Pembangunan berhasil jika pertumbuhan ekonominya tinggi contohnya peningkatan GDP suatu Negara yang dijelaskan menurut perspektif nilai ekonomi klasik. Tidak saja banyak kemiskinan yang belum terselesaikan , bahkan sebagian kaum miskin menjadi semakin miskin ,sedangkan kaum kaya menjadi semakin kaya. Dari setiap perspektif pembangunan yang saling bersaing itu muncul suatu konsepsi pembangunan yang semakin luas , yang tidak hanya mencakup pertumbuhan melainkan mencakup kapasitas, keadilan dan penumbuhan kuasa serta wewenang. Dalam hal ini pembangunan diartikan sebagai proses penumbuhan kapasitas untuk mempengaruhi masa depan seseorang dibayangi kesulitan-kesulitan contohnya saja kelangkaan sumber daya alam dan kebijakan mepemerintah yang malah merugikan masyarakat karena adanya politik dari pihak-pihak tertentu.
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan ¬Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota.Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi
http://kafeilmu.com/tema/makalah-teori-pembangunan.html
http://mantanresidivis.wordpress.com/tag/pengertian-pembangunan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar